Keadaanruangan yang mampu diberikan atau dipindahkan Pembahasan Nelayan ikan dengan skala besar yang beroperasi di kawasan asia tenggara memanfaatkan data cuaca, suhu, arah angin untuk mencari ikan di lautan. Fenomena ini berkaitan dengan faktor yang mempengarui interaksi antarruang, yaitu faktor iklim. Penjelasan
Ketika di awal 2019 pemerintah Indonesia mengumumkan target industri perikanan dalam negeri menjadi berkelanjutan, Arifsyah Nasution dari Greenpeace menyambut baik kabar ini. Pemimpin kampanye kelautan untuk Greenpeace Asia Tenggara ini telah lama memperingatkan tentang stok perikanan yang terancam habis di perairan Indonesia. Meski demikian, Arifsyah Nasution merasa skeptis bahwa situasi ini akan banyak berubah pada tahun 2025. Dengan lebih dari 7 juta ton hasil perikanan tangkap setiap tahunnya, Indonesia adalah negara dengan penduduk yang bermata pencarian sebagai nelayan terbesar kedua setelah Cina. Sebagian besar produk perikanan ditangkap untuk konsumsi domestik. Penduduk Indonesia diperkirakan mengonsumsi lebih dari tiga kali lipat ikan dan makanan laut dibandingkan rata-rata konsumsi global. Ini tentu saja punya konsekuensi. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan, sekitar 90% kapal nelayan menangkap ikan di wilayah perairan yang sudah terjadi penangkapan berlebih atau overfishing. Perairan Indonesia adalah rumah bagi 37% spesies laut dunia, banyak di antaranya terancam habis akibat aktivitas penangkapan ikan. Udang, misalnya, sudah ditangkap secara berlebihan di lebih dari dua pertiga perairan Indonesia, sehingga semakin langka. Kuota juga sudah melampaui batas di sejumlah wilayah tangkapan di Indonesia. Subsidi dorong penangkapan ikan berlebih? Subsidi sektor perikanan Indonesia, seperti harga bahan bakar yang lebih rendah dan pengurangan pajak, dinilai berkontribusi pada terus meningkatnya jumlah tangkapan selama beberapa dekade terakhir. Para ilmuwan juga telah mengkritik bahwa subsidi yang tidak tepat sasaran dapat memicu penangkapan ikan berlebih, hilangnya keanekaragaman hayati, dan kerusakan wilayah laut. Hal ini dapat terjadi ketika penangkapan ikan dilakukan tanpa memperhatikan level keberlanjutan atau ketika subsidi mendorong praktik penangkapan ikan yang berbahaya. Lebih dari 60% subsidi global di sektor industri perikanan berpotensi berbahaya bagi lautan, menurut sebuah studi oleh University of British Columbia di Kanada. Organisasi Perdagangan Dunia WTO telah mengadvokasi penghapusan subsidi berbahaya dalam industri perikanan sejak 2001, tetapi sejauh ini belum berhasil. "Dua dekade adalah waktu yang terlalu lama untuk mengakhiri subsidi yang membiayai eksploitasi berlebihan dan tanpa henti atas lautan kita. [...] Kita membutuhkan aturan ini demi lingkungan, ketahanan pangan, dan mata pencaharian di seluruh dunia," kata Direktur Jenderal WTO, Ngozi Okonjo-Iweala, dalam pidato memperingati Hari Laut Sedunia pada Juni 2021. Subsidi berkelanjutan, seperti apa? Sejauh ini, jumlah subsidi perikanan di Indonesia memang relatif lebih banyak jika dibandingkan negara berkembang lainnya. Meskipun hampir 95% kapal yang beroperasi di perairan Indonesia adalah kapal skala kecil, para ahli mengatakan bahwa yang mendapat manfaat dari subsidi tersebut sebagian besar justru adalah armada penangkapan ikan dari industri skala besar. Subsidi yang tepat sasaran dan bermanfaat memang dapat membantu menjaga keanekaragaman hayati dan melindungi ekosistem. Di Indonesia, sekitar sepertiga dari subsidi sejauh ini telah digunakan untuk tujuan yang lebih berkelanjutan. Sebagian dana ini digunakan untuk mempromosikan kawasan laut yang dilindungi guna melindungi ekosistem yang terancam akibat eksploitasi manusia. Salah satu contoh subsidi semacam ini dapat dilihat di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Di sana, beberapa kawasan telah ditetapkan sebagai kawasan lindung laut pada tahun 2004. Kini luasnya mencapai 4,6 juta hektare dan dianggap sebagai kawasan lindung dengan keanekaragaman hayati paling banyak di dunia. Raja Ampat adalah tempat bagi lebih dari spesies ikan dan ratusan karang. Ikan yang begitu berlimpah ini pada akhirnya menarik banyak turis, tapi juga beberapa pemburu liar yang menyebabkan kerusakan karena memancing dengan dinamit. Namun, tidak semua tempat bisa begitu saja ditetapkan sebagai kawasan lindung laut. Lagi pula, dengan sebagian besar industri bergantung pada dana subsidi, ada risiko keruntuhan ekonomi jika subsidi perikanan dihapus begitu saja, kata Simon Funge-Smith, pejabat senior perikanan di kantor regional Asia-Pasifik FAO di Bangkok. Ia menambahkan bahwa jika pencabutan subsidi dilakukan mendadak konsekuensinya akan sangat besar. "Hilangnya pekerjaan, hilangnya mata pencaharian adalah bom waktu politik." Sekitar 7 juta orang bekerja di industri perikanan Indonesia. Jika pemerintah tiba-tiba menghentikan semua subsidi yang dinilai merugikan lingkungan, nelayan kecil akan menderita, demikian menurut Indonesia for Global Justice, sebuah LSM yang mengadvokasi sistem perdagangan yang adil. Karena itu pemerintah harus merencanakan langkah ini dengan hati-hati, dan secara bertahap mengubah alokasi subsidi ke arah yang lebih ramah lingkungan sambil terus memastikan kelangsungan ekonomi industri, kata hambat pembangunan berkelanjutan Semua langkah untuk mengganti arah subsidi perikanan menjadi berkelanjutan memang lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Dalam beberapa tahun terakhir, hanya ada sedikit kesinambungan di Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia. Sejak 2019 saja, menteri yang membawahi kementerian ini telah beberapa kali diganti. Untuk mendorong pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab, "semua pemangku kepentingan termasuk masyarakat sipil perlu terus dan fokus mengadvokasi masalah perikanan Indonesia di tingkat lokal, nasional, dan internasional," kata Arifsyah Nasution dari Greenpeace. Ia pun mengapresiasi pengetahuan kementerian tentang penangkapan ikan berkelanjutan yang telah meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Namun, masalah kepemimpinan di kementerian dan fokus pemerintah pada menarik investasi asing dinilai telah menghambat upaya ini. Investasi asing terutama lebih berfokus pada keuntungan. Sejak 2014, pemerintah Indonesia menggunakan metode radikal terhadap kapal ilegal, menenggelamkan lebih dari 300 kapal asing dan domestik dalam waktu empat tahun. Jumlah kapal penangkap ikan asing berkurang seperempatnya, namun nelayan lokal lebih aktif, demikian menurut kajian kementerian dan peneliti Amerika dan Indonesia dari berbagai universitas. Saat itu, para peneliti mengamati adanya pemulihan stok ikan secara keseluruhan, tetapi peningkatan stok ini juga mendorong lebih banyak penangkapan ikan oleh nelayan lokal. Tanpa data, pengawasan lebih sulit Masalah penting lain yang juga dihadapi Indonesia adalah kurangnya data yang bisa diandalkan untuk memantau kepatuhan terhadap peraturan dan untuk membuat keputusan guna melindungi laut. Luasnya kepulauan Indonesia, dengan kurang lebih pulau dan lebih dari setengah juta kapal penangkap ikan, membuat rumit upaya pemantauan. Sebagian besar kapal tidak memiliki perangkat elektronik untuk memfasilitasi pelacakan. Untuk masalah ini, beberapa proyek percontohan dapat menjadi solusi. Salah satunya adalah FishFace, yang secara otomatis merekam tangkapan dan spesies menggunakan kamera yang terhubung di kapal. Teknologi ini memungkinkan pemantauan jarak jauh secara real time. Perkembangan tersebut mengembalikan optimisme para pengamat, termasuk Funge-Smith. Bahkan apabila nantinya Indonesia tidak mampu mencapai target perikanan berkelanjutan pada 2025. "Setiap kemajuan ke arah tujuan itu sudah sangat bagus," kata dia. ae/ha Arti Ekawati turut berkontribusi pada artikel ini. Artikel diedit oleh Anke Rasper, Gianna GrĂĽn, dan Martin KĂĽbler.
Nelayanikan dengan skala besar yang beroperasi di kawasan Asia Tenggara memanfaatkan data cuaca, suhu, arah angin untuk mencari ikan di lautan. Fenomena ini berkaitan dengan faktor yang mempengarui interaksi antarruang, yaitu. Jawaban Faktor iklim
Nelayan ikan dengan skala besar yang beroperasi di kawasan Asia Tenggara memanfaatkan data cuaca, suhu, arah angin untuk mencari ikan di lautan. Fenomena ini berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi interaksi antar ruang, yaitu? faktor geologi faktor ketersediaan sumber daya faktor iklim faktor teknologi Semua jawaban benar Jawaban yang benar adalah C. faktor iklim. Dilansir dari Ensiklopedia, nelayan ikan dengan skala besar yang beroperasi di kawasan asia tenggara memanfaatkan data cuaca, suhu, arah angin untuk mencari ikan di lautan. fenomena ini berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi interaksi antar ruang, yaitu faktor iklim. Pembahasan dan Penjelasan Menurut saya jawaban A. faktor geologi adalah jawaban yang kurang tepat, karena sudah terlihat jelas antara pertanyaan dan jawaban tidak nyambung sama sekali. Menurut saya jawaban B. faktor ketersediaan sumber daya adalah jawaban salah, karena jawaban tersebut lebih tepat kalau dipakai untuk pertanyaan lain. Menurut saya jawaban C. faktor iklim adalah jawaban yang paling benar, bisa dibuktikan dari buku bacaan dan informasi yang ada di google. Menurut saya jawaban D. faktor teknologi adalah jawaban salah, karena jawaban tersebut sudah melenceng dari apa yang ditanyakan. Menurut saya jawaban E. Semua jawaban benar adalah jawaban salah, karena setelah saya coba cari di google, jawaban ini lebih cocok untuk pertanyaan lain. Kesimpulan Dari penjelasan dan pembahasan serta pilihan diatas, saya bisa menyimpulkan bahwa jawaban yang paling benar adalah C. faktor iklim. Jika anda masih punya pertanyaan lain atau ingin menanyakan sesuatu bisa tulis di kolom kometar dibawah.
Pertanyaan Nelayan ikan dengan skala besar yang beroperasi di tempat Asia Tenggara memanfaatkan data cuaca, suhu, arah angin untuk mencari ikan di lautan. Fenomena ini berkaitan dengan faktor yang mempengarui interaksi antarruang, yaitu. faktor geologi. › Ekonomi› Hidup Mati Nelayan di Laut… Hidup Mati Nelayan di Laut nan Tergadai Kapal asing perantaraan diizinkan beroperasi di perairan Indonesia saat Orde Baru. Kini, kebijakan serupa kembali menggiring nelayan tradisional terjun ke pertarungan bebas dengan pengusaha perikanan skala besar. KOMPAS/PANDU WIYOGA Kapal penangkap ikan yang terbuat kayu, maupun disebut sekali lagi pompong, berlarik di Pelabuhan Teluk Baruk, Desa Sepempang, Kecamatan Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, Rabu 30/3/2022. Matahari masih muda saat sebuah kapal kayu berformat 4 groston gt mulai berlayar. Laki-laki berkulit legam dan berambut dogmatis membawa kapal itu celengkak-celengkok di antara belasan kapal nelayan tidak yang parkir di Pelabuhan Teluk Baruk, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, Sabtu 26/3/2022. Penangkap ikan di kapal kusen itu merupakan Rustam 48. Dengan kapal kayu atau pompong, anda pergi ke laut untuk mencari ikan tongkol di perairan nan berjarak sekitar 45 kilometer km dari rantau timur Pulau Natuna Besar. Mesin disel berdaya 16 resep kuda di kapal itu meraung dan menyingkirkan bunyi klotok-klotok seperti kapal mainan anak-anak nan dijual di pasar malam. Bau solar perlahan menjulur bermula pelana-sela papan di tegel kapal. ”Memang lain bisa ngebut, tapi mesin ini tak aliansi mengadat sekali kembali,” kata ayah tiga momongan itu dengan senyum berbangga terkembang. KOMPAS/PANDU WIYOGA Rustam 48 berangkat ke laut untuk menggetah iwak tongkol berbunga Pelabuhan Teluk Baruk, Desa Sepempang, Kecamatan Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, Sabtu 26/3/2022. Rustam menjadi nelayan sejak usia 18 waktu. Sira mengalami dampak gonta-ganti kebijakan perikanan bermula zaman Presiden Soeharto sampai Presiden Joko Widodo. ”Zaman Kemasan Harto, kapal ikan dari Thailand, Vietnam, dan lain-lain, dapat nangkap ikan di sini. Nelayan kecil seperti saya rumpil sekali karena lauk habis dikeruk kapal-kapal asing,” ujarnya membuka merencana. Puas 1985, pemerintah mengizinkan kapal ikan asing KIA beroperasi di perairan nan berjarak 12 mil ke atas berasal tepi laut alias disebut zona ekonomi eksklusif ZEE. Peristiwa ini menimbulkan banyak masalah. Baca lagi Pemerintah Jangan Abaikan Nelayan Tradisional Sebatas 1989, jumlah KIA yang beroperasi di ZEE Indonesia tercatat buah Kompas, 15/5/1990. Namun, jumlah yang sesungguhnya diperkirakan jauh lebih besar dari data resmi nan dikeluarkan pemerintah. Tahun itu, tak terbatas KIA beroperasi di perairan Indonesia dengan izin kedaluwarsa, atau hanya fotokopi izin, dan justru tanpa pemaafan kadang kala. Selain itu, banyak KIA pula melanggar zona tangkap dengan beroperasi di bawah 12 mil Kompas, 18/3/1996. KOMPAS/PANDU WIYOGA Sebuah perahu kayu nelayan bergerak menghindari hujan abu saat menggetah ikan tongkol di perairan yang berjarak sekitar 45 kilometer di sebelah timur Pulau Natuna Besar, Kepulauan Riau, Sabtu 26/3/2022. Membaik Menurut Rustam, jumlah KIA yang beroperasi di Laut Natuna perlahan berkurang pasca- Orde Plonco runtuh. Meski demikian, sebagian KIA masih terus merenda ikan secara ilegal di perairan perbatasan Indonesia. Interferensi KIA hijau moralistis-bermoral surut ketika pemerintah membentuk Eceran Tugas Pembasmian Penangkapan Ikan secara Ilegal pada 2015. Saat itu, ditetapkan prosedur penenggelaman sekaligus terhadap kapal ikan bawah tangan. ”Dua ataupun tiga tahun lalu enak, kapal asing tak cak semau dan ikan pun banyak. Cak hendak nangkap lauk setakat ke perbatasan juga lain khawatir, banyak kapal aparat yang asuh,” ucapnya. Matahari kabur lurus dengan langit saat GPS di pompong Rustam menunjukkan posisi kapal berada di perairan yang berjarak 45 km berpunca Bandar Teluk Baruk. Iwak-ikan tongkol meloncat-loncat di selingkung pompong. KOMPAS/PANDU WIYOGA Rustam 48 menyiapkan umpan yang terbuat dari beberapa jenis benang untuk memancing ikan tongkol di perairan yang berpisah sekitar 45 kilometer di sebelah timur Pulau Natuna Besar, Gugusan pulau Riau, Sabtu 26/3/2022. Dengan sigap Rustam memasang mata pancing, lalu menganyam umpan buatan dari benang wol. Beliau kemudian menghubungkan dua joran di bagian kiri dan kanan kapal. Di setiap joran dipasang panca mata pancing. Lampau dia juga menyandang satu senar dengan lima pepas yang diturunkan dari buritan. Rustam membawa pompong-nya mengitari kawanan tongkol. Hanya beberapa menit kemudian, salah satu umpan disambar seekor tongkol. Dengan cekatan, ia menjajarkan senar. Tongkol itu menggelepar kuat detik diangkat dari laut. ”Seandainya siang seperti ini tongkol sudah mau makan umpan, biasanya nanti dapat tebak banyak,” katanya tersenyum sambil memangkalkan ikan ke dalam kotak es. KOMPAS/PANDU WIYOGA Rustam 48 menangkap iwak tongkol di perairan yang bercerai sekitar 45 kilometer di sebelah timur Pulau Natuna Osean, Kepulauan Riau, Sabtu 26/3/2022. Setelah itu, dia meraih radio dan memberitakan posisinya kepada nelayan bukan. Satu per suatu pompong bukan mendekat. Enam pompong bukan itu lewat ikut bergulunggulung di kempang yang begitu juga Rustam. Dari kejauhan, terlihat siluet para nelayan di buritan pompong masing-masing yang sibuk berkali-kali menyanggang ikan dari laut. Hal itu berlangsung terus menerus sampai matahari beranjak berpangkal cakrawala. Rustam cak menjumlah tangkapan, dan berseru ”boleh 24 ekor nih,” Ikan yang beliau tangkap tahun itu kira-kira total beratnya 40 kilogram kg. Tongkol itu akan datang bakal ia jual ke pengepul dengan harga Rp per kg. Untuk modal menangkap tongkol, Rustam membeli solar Rp dan es alai-belai Rp Setelah dihitung-hitung, nanti ia bakal mengantongi untung sekitar Rp setelah ikan-ikan itu dijual kepada pengepul. Baca Juga KKP Gencar Promosikan Sewa Penggerebekan Ikan KOMPAS/PANDU WIYOGA Ikan tongkol tangkapan pengail menunggu ditimbang di Bandar Teluk Baruk, Desa Sepempang, Kecamatan Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Gugusan pulau Riau, Sabtu 26/3/2022. Persiapan mundur Dalam perjalanan pulang menuju Pelabuhan Teluk Baruk, di kejauhan terlihat cahaya terang benderang di langit malam. Puluhan kapal pukat ring purse seine menghitam bak sebuah pulau yang penuh lampu. ”Sekarang bertambah banyak kapal lautan dari asing daerah begitu juga itu. Kalau begitu terus, lama-lama habis ikan di laut kami ini,” ujarnya getir. Belakangan Rustam juga mendengar tentang rencana hijau pemerintah pertanyaan penangkapan ikan di Laut Natuna. Konsorsium-kawan Rustam bilang, pemerintah akan melelang laut bikin pengusaha besar dan kapal ikan luar. ”Takdirnya bermoral akan dilelang laut ini, maka umur kami pasti bertabur. Kapal-kapal besar perabot tangkapnya makin canggih, apa lain mati kami kalau harus bersaing dengan mereka,” ucapnya geram. KOMPAS/PANDU WIYOGA Bahtera kayu Rustam 48 bergerak pulang saat matahari terbenam setelah menjalin iwak tongkol di perairan yang berjarak sekitar 45 kilometer di arah timur Pulau Natuna Besar, Kepulauan Riau, Sabtu 26/3/2022. Yang dikhawatirkan Rustam itu adalah sistem kontrak penangkapan ikan lakukan industri dalam kawasan dan penghijauan modal asing. Itu merupakan bagian dari garis haluan penangkapan terukur di wilayah tata perikanan WPP RI. Dalam sistem kontrak itu, kuota penangkapan ikan nan ditawarkan kepada setiap tubuh usaha perikanan minimal ton saban waktu dengan masa carter main-main 15 tahun dan bisa diperpanjang. Pemerintah berencana menerapkan politik itu di enam zona pada 11 WPP, terdaftar di WPP 711 yang mencakup Laut Natuna dan Laut China Selatan. Dalam keterangan pers pada 17 Februari 2022, Nayaka Kelautan dan Perikanan Kebal Wahyu Trenggono menyatakan, kebijakan penyergapan terukur terbiasa diterapkan untuk meningkatkan pendapatan negara. Saat ini, pendapatan negara dari sumber sentral perikanan hanya ratusan miliar rupiah per tahun. Menengok sejarah, pemerintah juga pernah menggunakan alasan yang sama momen membebaskan kebijakan lisensi KIA untuk beroperasi di ZEE Indonesia pada 1985. Legiun perikanan dalam kawasan dinilai tidak memadai untuk memanen potensi perikanan kewarganegaraan. Namun, kenyataannya kebijakan itu menimbulkan segudang penyakit. Lebih berpangkal 60 persen KIA nan beroperasi di ZEE Indonesia melakukan transfer lauk di laut minus dokumen ekspor. Alih-alih menambah pendapatan negara, langkah itu tambahan pula mengakibatkan kemalangan yang tidak sedikit Kompas, 18/3/1996. KOMPAS/PANDU WIYOGA Ketua Aliansi Penjala Natuna, Hendri, saat ditemui di Pelabuhan Teluk Baruk, Desa Sepempang, Kecamatan Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, Jumat 25/3/2022. Ketua Aliansi Penjala Natuna Hendri menilai, pemerintah medium mengamalkan langkah memulur di sektor perikanan begitu juga yang pertalian terjadi pada 1985 sampai penghabisan 1990-an. Kebijakan penyergapan lauk terukur akan mengerasi nelayan tradisional lagi terjun ke pertarungan bebas dengan pemanufaktur perikanan perimbangan lautan. ”Sesuai namanya, kebijakan penggerebekan terhargai seharusnya mencegah penggerebekan iwak yang berlebihan. Namun, yang akan terjadi lebih lagi sebaliknya, karena kebijakan itu ternyata adalah strategi pemerintah untuk melelang laut kepada pabrikan besar,” introduksi Hendri, Selasa 29/3/2022. Langkah pemerintah nan masa ini bersiap memberlakukan sistem kontrak penggerebekan iwak membuktikan politik belah bambu nan pergaulan ditulis 23 tahun lalu di Kompas masih pula terjadi di Laut Indonesia. Nelayan tradisional nan lemah terus diinjak, sedangkan pabrikan perikanan neraca besar yang kuat semakin diangkat. Baca Juga Kebijakan Penangkapan Tertaksir untuk Siapa Editor MUHAMMAD Fajar MARTA Nelayanikan dengan skala besar yang beroperasi di tempat Asia Tenggara memanfaatkan data cuaca, suhu, arah angin untuk mencari ikan di lautan. Fenomena ini berkaitan dengan faktor yang mempengarui interaksi antarruang, yaitu. a. faktor geologi. b. faktor ketersediaan sumber daya. c. faktor iklim. d. faktor teknologi. Pembahasan

Nelayan ikan dengan skala besar yang beroperasi di tempat Asia Tenggara memanfaatkan data cuaca, suhu, arah angin untuk mencari ikan di lautan. Fenomena ini berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi interaksi antarruang, yaitu ....A. Faktor geologiB. Faktor ketersediaan sumber dayaC. Faktor iklim D. Faktor teknologiJawaban yang tepat adalah pada soal tersebut berkaitan dengan faktor yang mempengarui interaksi antarruang, yaitu faktor iklim. Menurut Badan Antariksa Amerika Serikat NASA, iklim mengacu pada suhu, kelembapan, dan pola curah hujan secara regional atau bahkan global, dalam jangka waktu yang panjang yakni bertahun-tahun hingga beberapa jawaban yang benar adalah ini dibuat untuk membantu siswa dalam belajar, selayaknya dijelaskan proses penemuan jawaban, bukan hanya hasil bersifat terbuka, dimungkinkan bagi siswa untuk mengeksplorasi jawaban lebih ini tidak mutlak menjamin kebenaran bermanfaatJangan lupa komentar dan sarannya

Nelayanikan dengan skala yang beroperasi dikawasan Asia Tenggara memanfaatkan data cuaca,suhu,arah angin untuk mencari ikan dilautan,fenomena ini berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi interaksi antarruang: ikut menjaring bersama dengan orang-orang berkapal besar ke laut dalam, mengurus kebun kelapa milik orang kaya, dan membuat kue
Indonesia adalah negara pemilik garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Status tersebut menasbihkan Indonesia sebagai salah satu pemegang potensi perikanan terbesar di dunia Tetapi, potensi perikanan di Indonesia ternyata tidak lagi didominasi oleh perusahaan dan pemegang modal besar. Dewasa ini dan akan datang, pemegang dominasi berada di tangan pelaku perikanan skala kecil dan tradisional Potensi tersebut diyakini akan bisa menjadi kekuatan utama Indonesia di sektor perikanan pada masa akan datang. Bahkan dominasi perikanan skala kecil diperkirakan akan tetap sama besar seperti sekarang yang mencapai angka 90 persen Untuk itu, diperlukan komitmen kuat di dalam dan luar negeri untuk menjaga keberlanjutan ekosistem laut dan pesisir, agar bisa tetap mengambil manfaat yang banyak dari laut. Komitmen itu, juga mencakup adopsi penerapan deklarasi untuk perikanan dan budi daya yang keberlanjutan Perikanan skala kecil diyakini akan bisa menjadi kekuatan utama sektor perikanan di Indonesia pada masa yang akan datang. Kekuatan nelayan kecil dan tradisional itu prosentasenya diprediksi bisa mencapai 90 persen, atau sama dengan prosentase yang saat ini ada. Potensi yang besar tersebut, harus bisa dimanfaatkan dengan baik untuk pengembangan sektor perikanan yang selama ini banyak bergantung pada perikanan skala besar yang dipelopori oleh para pengusaha dengan modal yang besar. Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan PDSPKP KKP Artati Widiarti mengatakan bahwa perikanan skala kecil yang dimaksud, selama ini banyak berasal dari subsektor perikanan tangkap. Namun menurutnya, potensi di masa mendatang yang bisa dikembangkan tidak hanya berasal dari subsektor tersebut. Melainkan, juga berasal dari subsektor perikanan budi daya yang oleh Presiden RI Joko Widodo sudah ditetapkan sebagai prioritas ekonomi nasional sejak 2019 lalu. baca Memetakan Potensi Perikanan Budi daya untuk 2021 Nelayan mengemudikan perahu tradisional menuju saung yang digunakan untuk menjemur udang rebon di Desa Prapat Tunggal, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Foto Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia Dengan semua potensi yang sudah dimiliki Indonesia sekarang dan yang akan datang, maka dinilai perlu untuk membahasnya di level dunia tentang bagaimana pengembangan biar lebih baik lagi. Hal itu bertujuan agar penguatan usaha perikanan skala kecil bisa lebih kokoh lagi. “Agar bisa lebih maju, mandiri, dan berkelanjutan. Mengingat, potensi sumber daya ikan Indonesia yang luar biasa,” ungkap dia belum lama ini di Jakarta. Dia mengatakan, kampanye penguatan sektor perikanan di Indonesia harus diketahui oleh dunia dengan berbagai cara. Salah satunya, melalui sidang dua tahunan Committee on Fisheries COFI yang ke-34 yang dilaksanakan oleh Organisasi Pangan dan Agrikultur Perserikatan Bangsa-Bangsa FAO. Pada sidang tersebut, kode etik untuk perikanan yang bertanggung jawab code of conduct for responsible fisheries CCRF kembali dibahas sebagai bentuk peringatan ke-25 sejak diluncurkan pertama kali pada 1995 silam. CCRF yang berbentuk buku panduan, diterbitkan oleh FAO sebagai upaya menghadapi tantangan perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, serta praktik pemanfaataan wilayah laut, perairan darat dan pesisir yang ilegal, dan tidak sesuai aturan. Selain membahas CCRF, negara COFI yag hadir dalam sidang tersebut juga menyatakan siap mengadopsi deklarasi untuk perikanan tangkap dan budi daya yang berkelanjutan declaration for sustainable fisheries and aquaculture. Bagi Indonesia, adopsi deklarasi tersebut juga menjadi momen yang bagus, karena diharapkan bisa mendukung pencapaian dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan dan gizi yang berkelanjutan dari sektor perikanan. baca juga Catatan Akhir Tahun Perikanan Berkelanjutan, Bukan Lagi Syarat, Tapi Kebutuhan untuk Industri Perikanan Ilustrasi. Aktivitas nelayan di tempat pelelangan ikan di Kota Rembang, Jawa Tengah. Foto Donny Iqbal/Mongabay Indonesia Komitmen Bersama Direktur Jenderal FAO Qu Dongyu mengatakan bahwa pertemuan negara anggota FAO menjadi momen bersejarah, karena bisa menjadi tonggak untuk memikirkan dan mendesain ulang setiap kegiatan dan aksi yang dilaksanakan sesuai dengan cita-cita pembentukan FAO. Tak hanya itu, pertemuan tersebut menjadi bersejarah, karena penguatan negara COFI juga semakin meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Perkumpulan negara COFI juga menjadi satu-satunya forum antar bangsa di dunia yang fokus membahas dan menyelesaikan isu dan permasalahan perikanan tangkap dan budi daya. Dalam perjalanannya, COFI dibentuk untuk membahas dan menyelesaikan isu, seperti kondisi perikanan tangkap dan budi daya sekarang, perubahan iklim, perikanan skala kecil, dan juga penangkapan ikan secara ilegal yang belum bisa berhenti. “Juga menyoroti hubungan penting antara ikan, masyarakat, dan kebudayaan,” pungkas dia. Sebagai bagian dari forum penting tersebut, Indonesia mewakilkan kehadirannya kepada pejabat dari Kementerian Kelautan dan Perikanan KKP, Kementerian Luar Negeri Kemlu, dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Kemenko Marves. Kehadiran Indonesia pada forum tersebut, tidak lain agar perikanan dunia, termasuk perikanan Indonesia bisa tetap berjalan dengan mendapatkan banyak manfaat untuk ekonomi. Namun di saat yang sama, keberlanjutan bisa tetap dijaga untuk kelestarian ekosistem laut dan pesisir. perlu dibaca Perikanan Berkelanjutan untuk Masa Depan Laut Dunia Hamdani, kepala bagian pembesaran PT Bali Barramundi, Buleleng, Bali pada Kamis 10/5/2018 memberikan pakan pada ikan budi daya di keramba. Perusahaan itu telah menerapkan prinsip Seafood Savers untuk perikanan berkelanjutan. Foto Anton Muhajir/Mongabay Indonesia Atas dasar pertimbangan untuk kelestarian ekosistem dan pemanfaatan ekonomi, Pemerintah Indonesia kemudian menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan. Regulasi tersebut selanjutan disiapkan peraturan turunannya oleh KKP. Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, kehadiran PP 27/2021 menjadi angin segar untuk sektor kelautan dan perikanan yang saat ini sedang berjuang untuk bisa pulih setelah dihantam pandemi COVID-19. Regulasi tersebut, bisa menghentikan permasalahan yang ada selama ini yang diakibatkan adanya tumpang tindih peraturan. Tak hanya menghambat investasi, aturan yang tumpang tindih juga membuat tata kelola dan kehidupan di sekitar kawasan perairan menjadi tidak maksimal. Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut PRL KKP TB Haeru Rahayu mengatakan, peraturan turunan PP 27/2021 saat ini masih dalam tahap pembahasan. Tak hanya satu, namun ada beberapa peraturan turunan yang saat ini sedang disiapkan oleh KKP. Dengan adanya peraturan turunan, maka nantinya akan bisa dilakukan perubahan status zona inti di kawasan konservasi, kriteria dan persyaratan pendirian penempatan, dan/atau pembongkaran bangunan dan instalasi di laut, serta pengendalian impor komoditas pergaraman. perlu dibaca Zonasi Laut, Kunci Mengelola Wilayah Laut Nusantara Sebanyak 75 persen wilayah Sulsel merupakan pesisir dan laut, yang kaya akan sumber daya perikanan dan biodiversitas tinggi yang jika dioptimalkan tata kelolanya, bisa mendorong kemandirian lokal dan kesejahteraan masyarakat. Foto Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia Tumpang Tindih Selain untuk menghilangkan tumpah tindih peraturan, kehadiran peraturan turunan PP 27/2021 juga menjadi penting, karena itu bisa melindungi sumber daya kelautan dan perikanan seperti peraturan pelarangan merusak terumbu karang demi keberlanjutan dan kelestarian lingkungan ekosistem. Tentang zona inti di kawasan konservasi yang dapat diubah statusnya, itu dilakukan dengan selalu mempertimbangkan kepentingan masyarakat yang lebih besar atau bersifat strategis nasional. Namun, perubahan tersebut tetap harus berpijak pada prinsip keberlanjutan ekosistem dan biota laut. Dengan kata lain, perubahan zona inti hanya diperbolehkan bagi kegiatan pemanfaatan yang bersifat strategis nasional dan menopang hajat hidup masyarakat. Tak lupa, semua proses tersebut harus senantiasa menjaga kelestarian ekosistem laut dan pesisir. TB Haeru Rahayu menegaskan bahwa perubahan status zona inti dan kategori kawasan konservasi perairan dilakukan dengan tetap mempertahankan alokasi ruang untuk kawasan konservasi dalam rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil RZWP3K. Selain itu, perubahan juga tetap mempertahankan alokasi ruang untuk rencana zonasi kawasan antar wilayah RZ KAW, rencana zonasi kawasan strategis nasional tertentu RZ KSNT, atau pola ruang dalam rencana tata ruang laut/rencana tata ruang wilayah nasional. “Sesuai dengan komitmen global di Aichi target 11 dan SDGs Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/TPB poin 14, KKP akan tetap menargetkan luas kawasan konservasi seluas 32,5 juta hektar pada tahun 2030,” tegas dia. Maluku Utara, baru saja memiliki tiga kawasan konservasi perairan. Kawasan konservasi ini guna memastikan ekosistem laut terjaga dan sumber laut dapat terkelola berkelanjutan oleh masyarakat, salah satu mencegah pengeboman ikan. Foto Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia Dalam melaksanakan proses perubahan zona inti, KKP akan membentuk tim peneliti terpadu yang di dalamnya ada kementerian/lembaga terkait yang mengusulkan proyek strategis nasional KSPN, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, perguruan tinggi, dan pemerintah daerah. Selain itu ada juga lembaga swadaya masyarakat, lembaga masyarakat, dan masyarakat yang ada di sekitar kawasan konservasi perairan. Mereka yang terlibat semua bertugas untuk menyampaikan rekomendasi perubahan status zona inti dan/atau kategori kawasan konservasi kepada Menteri KP. “Tim peneliti terpadu akan melakukan kajian dan melaksanakan konsultasi publik. Hasil rekomendasi tim peneliti terpadu menjadi dasar bagi Menteri untuk menetapkan kembali status perubahan zona inti dan/atau kategori kawasan konservasi,” pungkas dia. Artikel yang diterbitkan oleh
Keduarevisi tersebut mengatur tentang API terlarang yang kembali dibolehkan beroperasi dengan tujuan untuk investasi; Akan tetapi, pelegalan tersebut menjadi bukti bahwa Negara belum berpihak kepada nelayan tradisional dan skala kecil yang menjadi pemegang hak-hak utama sumber daya kelautan dan perikanan. Nelayan ikan dengan skala besar yang beroperasi di kawasan Asia Tenggara memanfaatkan data cuaca, suhu, arah angin untuk mencari ikan di lautan. Fenomena ini berkaitan dengan faktor yang mempengarui interaksi antarruang, yaitu Jawaban Faktor iklim Karena nelayan memanfaatkan cuaca, suhu, dan arah mata angin. 204 total views, 1 views today Posting terkaitNo Materi Pengertian Contoh 1. Bank Sentral 2. Bank Perkreditan Rakyat BPR 3. Bank Umum 4. Bank umum milik negara 5. Bank umum milik swasta nasional 6. Bank umum milik swasta asing 7. Bank umum milik campuranBuatlah esai mengenai kondisi pembangunan di IndonesiaUpaya pemerintah Indonesia yang telah dilakukan demi tercapainya pemerataan pembangunan di Indonesia . 398 466 314 431 426 287 414 421

nelayan ikan dengan skala besar yang beroperasi